Peringkat Kredit AS Turun karena Utang Membengkak, Begini Dampaknya
时间:2025-05-19 22:02:27 出处:休闲阅读(143)
Amerika Serikat kembali menghadapi tekanan ekonomi setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit negara tersebut. Moody’s menyebut alasan utama penurunan ini adalah besarnya utang AS yang saat ini telah mencapai US$36 triliun (Rp593,78 Triliun), ditambah dengan kurangnya langkah nyata dari pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran.
Moody’s menjadi lembaga terakhir dari tiga besar pemeringkat global yang menurunkan peringkat kredit AS. Sebelumnya, Fitch sudah menurunkannya pada 2023, dan Standard & Poor’s pada 2011. Langkah Moody’s semakin menambah kekhawatiran pasar karena bisa berdampak pada kenaikan bunga pinjaman bagi pemerintah dan sektor swasta di AS.
Baca Juga: Trump: Saya Menggunakan Perdagangan untuk Selesaikan Masalah
Melansir Reuters, penurunan peringkat ini muncul di tengah perdebatan di Kongres mengenai RUU besar yang dijuluki “Big Beautiful Bill”. RUU ini mencakup pemotongan pajak, peningkatan belanja negara, dan pengurangan bantuan sosial. Banyak pihak menilai RUU ini justru akan menambah beban utang baru hingga triliunan dolar AS ke depan.
Menurut Komite untuk Anggaran Federal yang Bertanggung Jawab, RUU ini bisa menambah utang AS sekitar 3,3 triliun dolar hingga tahun 2034, bahkan bisa mencapai 5,2 triliun dolar jika ketentuannya diperpanjang.
Investor dan analis mulai waspada. Mereka khawatir kondisi fiskal AS yang buruk akan membuat obligasi pemerintah jangka panjang menjadi kurang menarik. Pasar obligasi bahkan menunjukkan tanda-tanda kecemasan melalui kenaikan premi risiko (term premium) untuk surat utang jangka panjang.
“Kita sedang berada di jalur yang tidak berkelanjutan,” ujar Anne Walsh, Chief Investment Officer di Guggenheim Partners, mengutip Reuters, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, tanpa perubahan besar dalam kebijakan fiskal, Amerika akan sulit keluar dari kondisi ini.
Baca Juga: Trump: India Tawarkan Kesepakatan Dagang Nol Tarif
Meski begitu, Gedung Putih membantah kekhawatiran tersebut. Mereka menyebut Moody’s terlalu politis dan menyampaikan bahwa kebijakan ekonomi Presiden Trump, termasuk tarif impor, justru telah mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, pernyataan ini tidak cukup untuk meredakan pasar. Para pengamat fiskal menilai bahwa meskipun RUU baru membawa harapan untuk pertumbuhan jangka pendek, defisit anggaran tetap akan melebar dan tidak akan memberikan dorongan signifikan bagi ekonomi.
Kekhawatiran juga meningkat karena pemerintah telah mencapai batas utang (debt ceiling) sejak Januari dan hanya bisa bertahan lewat langkah-langkah darurat. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memperingatkan bahwa pemerintah bisa kehabisan uang pada bulan Agustus jika batas utang tidak dinaikkan.
Situasi ini membuat investor global memperhatikan ketat langkah-langkah fiskal AS. Bila tidak segera ada solusi, risiko ekonomi lebih besar bisa muncul, tidak hanya untuk AS, tetapi juga untuk pasar keuangan dunia.
上一篇: Wamen Todotua Sambut Baik Minat Investasi Perusahaan Maritim Tiongkok Senilai USD100 Juta
下一篇: Ini Dokumen CPNS BIN 2024 yang Perlu Dipersiapkan, Apa Saja?
猜你喜欢
- Kominfo Sebut Masalah Judol Tak Akan Pernah Tuntas Sampai Kiamat
- Ditutup Melemah, Investor Bursa Asia Tunggu Data Ekonomi China
- Jabatan Tinggal Dua Bulan Lagi, Anies Minta Doa Ulama: Semoga Husnul Khatimah
- Pecah Tawuran Di Season City Tambora, Warga Saling Serang Pakai Kembang Api
- Naikkan Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Tunjuk Pos Indonesia Salurkan BLT El Nino
- DPRD DKI Rapat di Luar, Dikritik Keras: Tak Bisa Diikuti Warga dan Habisi Anggaran
- Menhub Buka Suara Soal Potensi Kereta Cepat Nyambung Hingga Surabaya
- Ini 6 Tugas Penata Layanan Operasional PPPK, Bisa Jadi Acuan Jika Lolos Seleksi!
- Turunkan Stunting di Kediri, Mas Dhito Gagas Program Kolega